Makalah tentang Dinasti Abbasiyah
BAB I
PENDAHULUAN
1.1.Latar belakang
Kekuasaan Dinasti Bani
Abbasiyah adalah melanjutkan kekuasaan Dinasti Bani Umayyah. Dinamakan Daulah
Abbasiyah karena para pendiri dan penguasa Dinasti ini adalah keturunan Abbas,
paman nabi Muhammad SAW. Dinasti Abbasiyah didirikan oleh Abdullah al-Saffah
ibn Muhammad ibn Ali ibn Abdullah ibn al-Abbass. Dia dilahirkan di Humaimah
pada tahun 104 H. Dia dilantik menjadi Khalifah pada tanggal 3 Rabiul awwal 132
H. Kekuasaan Dinasti Bani Abbasiyah berlangsung dari tahun 750-1258 M
(Syalaby,1997:44).
Pada abad ketujuh
terjadi pemberontakan diseluruh negeri. Pemberontakan yang paling dahsyat dan
merupakan puncak dari segala pemberontakan yakni perang antara pasukan Abbul
Abbas melawan pasukan Marwan ibn Muhammad (Dinasti Bani Umayyah) yang akhirnya
dimenangkan oleh pasukan Abbul Abbas. Dengan jatuhnya negeri Syiria,
berakhirlah riwayat Dinasti Bani Umayyah dan bersama dengan itu bangkitlah
kekuasaan Abbasiyah.[1]
Dan pada masa inilah
masa kejayaan islam yang mengalami pucak keemasan pada masa itu berbagai
kemajuan dalam segala bidang mengalami peningkatan seperti bidang pendidikan,
ekonomi, politik dan sistem pemerintahannya.
1.2.Rumusan Masalah
Dalam pembahasan
makalah ini kami membahas masalah yang berkaitan dengan sejarah peradaban islam
Dinasti Bani Abbasiyah meliputi
a.
bagaimana kondisi sosial pada masa Abbasiyah?
b.
bagaimana kondisi politik pada masa Abbasiyah ?
c.
bagaimana kondisi budaya Arab pada masa Abbasiyah ?
1.3.Tujuan penulisan
Adapun tujuan penulisan
dari makalah ini adalah :
1. Untuk memenuhi salah satu tugas terstruktur dengan berkelompok untuk bahan
diskusi mata kuliah sejarah peradaban islam.
2. Selain itu juga untuk menambah pemahaman pada diri kita mengenai sejarah
peradaban islam pada masa daulah bani abbasiyah,terutama dalam bidang sosial,
politik, budaya arab.
1.4.Metode Penulisan
Dalam mencapai suatu
tujuan tertentu maka diperlukan cara-cara tertentu atau metode tertentu dalam
hal ini yang perlu digunakan adalah pendekatan terhadap objek dengan membaca
buku yang bersangkutan dengan judul makalah ini sendiri. Metode ini merupakan
sendiri merupakan suatu cara atau alat yang fungsinya untuk mencapai tujuan.
Dan metode ini harus relevan dengan tujuan yang hendak dicapai.
BAB II
PEMBAHASAN
PEMBAHASAN
2.1.KONDISI
BANI ABBASIYAH DALAM BIDANG SOSIAL
Di saat terjadi
perpindahan kekuasaan dari Umayyah ke Abbasiyah, wilayah geografis dunia islam
membentang dari timur ke barat, meliputi Mesir, Sudan, Syam, Jazirah Arab,
Iraq, Parsi sampai ke Cina. Kondisi ini mengantarkan terjadinya interaksi intensif penduduk setiap
daerah dengan daerah lainnya. Interaksi ini memungkinkan proses asimilasi
budaya dan peradaban setiap daerah. Nyanyian dan musik menjadi tren dan style
kehidupan bangsawan dan pemuka istana era Abbasiyah. Anak-anak khalifah
diberikan les khusus supaya pintar dan cakap dalam mendendangkan suara mereka.
Seniman-seniman terkenal bermunculan pada masa ini diantaranya Ibrahim bin
Mahdi, Ibrahim al Mosuly dan anaknya Ishaq. Lingkungan istana berubah dan
dipengaruhi nuansa Borjuis mulai dari pakaian, makanan, dan hadirnya
pelayan-pelayan wanita. Dalam sebuah riwayat disebutkan Harun ar-Rasyid
memiliki seribu pelayan wanita di istananya dengan berbagai keahlian.
Para penguasa Abbasiyah
membentuk masyarakat berdasarkan rasa persamaan. Pendekatan terhadap kaum
Malawi dilakukan antara lain dengan mengadopsi sistim Administrasi dari tradisi
setempat (Persia) mengambil beberapa pegawai dan Menteri dari bangsa Persia dan
meletakan ibu kota kerajaannya, Baghdad di wilayah yang dikelilingi oleh bangsa
dan agama yang berlainan seperti bangsa Aria dan Sumit dan agama Islam,
Kristen, dan Majusi.
Pembagian kelas dalam
masyarakat Daulat Abbasiyah tidak lagi berdasarkan ras atau kesukaan, melainkan
berdasarkan jabatan seseorang seperti menurut jarzid Zaidan, masyarakat
Abbasiyah terbagi dalam 2 kelompok besar, kelas khusus dan kelas umum. Kelas
khusus terdiri dari khalifah, keluarga khalifah (Bani Hasyim) para pembesar
negara (Menteri, gubernur dan panglima). Kaum bangsawan non Bani Hasyim
(Quraisy) pada umumnya. Dan pra petugas khusus, tentara dan pembantu Istana.
Sedangkan kelas umum terdiri dari para seniman, ulama, pujangga fukoha,
saudagar dan penguasa buruh dan petani.
Sistem Sosial Pada masa ini, sistem
social adalah sambungan dari masa sebelumnya (Masa Dinasti Umayah). Akan
tetapi, pada masa ini terjadi beberapa perubahan yang sangat mencolok, yaitu :
a.
Tampilnya
kelompok mawali dalam pemerintahan serta mendapatkan tempat yang sama dalam
kedudukan sosial.
b.
Kerajaan
Islam Daulah Abbasiyah terdiri dari beberapa bangsa ang berbeda-beda (bangsa
Mesir, Syam, Jazirah Arab dll.).
c.
Perkawinan
campur yang melahirkan darah campuran.
2.2.KONDISI
BANI ABBASIYAH DALAM BIDANG POLITIK
Pada zaman Abbasiyah
konsep kekhalifahan berkembang sebagai sistem politik. Ketika Daulah Abasiyah memegang tampuk kekuasaan tertinggi islam, terjadi
banyak perubahan dalam kehidupan masyarakat.
Dalam versi yang lain
yang, para sejarawan biasanya membagi masa pemerintahan Bani Abbasiyah menjadi
lima periode :
1.
Periode pertama (750–847 M)
Pada periode pertama
pemerintahan Bani Abbasiyah mencapai masa keemasannya. Secara politis, para
Khalifah betul-betul tokoh yang kuat dan merupakan pusat kekuasaan politik dan
agama sekaligus. Di sisi lain, kemakmuran masyarakat mencapai tingkat tertinggi.
Periode ini juga berhasil menyiapkan landasan bagi perkembangan filsafat dan
ilmu pengetahuan dalam Islam.
Masa pemerintahan Abu
al-Abbas, pendiri Dinasti ini sangat singkat, yaitu dari tahun 750 M sampai 754
M. Karena itu, pembina sebenarnya dari Daulah Abbasiyah adalah Abu Ja’far
al-Mansur (754–775 M). Pada mulanya ibu kota negara adalah al-Hasyimiyah, dekat
Kufah. Namun, untuk lebih memantapkan dan menjaga stabilitas negara yang baru
berdiri itu, al-Mansur memindahkan ibu kota negara ke kota yang baru dibangunnya,
yaitu Baghdad, dekat bekas ibu kota Persia, Ctesiphon, tahun 762 M. Dengan
demikian, pusat pemerintahan Dinasti bani Abbasiyah berada ditengah-tengah
bangsa Persia.
Di ibu kota yang baru
ini al-Mansur melakukan konsolidasi dan penertiban
pemerintahannya.. Di bidang pemerintahan dia menciptakan tradisi baru dengan mengangkat wazir sebagai koordinator departemen. Jabatan wazir yang
menggabungkan sebagian fungsi perdana menteri dengan menteri dalam negeri itu selama lebih dari 50 tahun berada di tangan keluarga terpandang berasal dari Balkh, Persia (Iran). Khalifah al-Mansur juga membentuk lembaga protokol negara, sekretaris negara, dan kepolisian negara di samping membenahi angkatan bersenjata. Dia menunjuk Muhammad ibn Abd al-Rahman sebagai hakim pada lembaga kehakiman negara. Khalifah al-Mansur juga berusaha menaklukan kembali daerah-daerah yang sebelumnya membebaskan diri dari pemerintahan pusat, dan memantapkan keamanan di daerah perbatasan.
pemerintahannya.. Di bidang pemerintahan dia menciptakan tradisi baru dengan mengangkat wazir sebagai koordinator departemen. Jabatan wazir yang
menggabungkan sebagian fungsi perdana menteri dengan menteri dalam negeri itu selama lebih dari 50 tahun berada di tangan keluarga terpandang berasal dari Balkh, Persia (Iran). Khalifah al-Mansur juga membentuk lembaga protokol negara, sekretaris negara, dan kepolisian negara di samping membenahi angkatan bersenjata. Dia menunjuk Muhammad ibn Abd al-Rahman sebagai hakim pada lembaga kehakiman negara. Khalifah al-Mansur juga berusaha menaklukan kembali daerah-daerah yang sebelumnya membebaskan diri dari pemerintahan pusat, dan memantapkan keamanan di daerah perbatasan.
Pada masa al-Mansur
pengertian Khalifah kembali berubah. Konsep khilafah dalam pandangannya dan
berlanjut ke generasi sesudahnya merupakan mandat dari
Allah, bukan dari manusia, bukan pula sekedar pelanjut nabi sebagaimana pada masa al Khulafa’ al-Rasyidin.
Allah, bukan dari manusia, bukan pula sekedar pelanjut nabi sebagaimana pada masa al Khulafa’ al-Rasyidin.
Popularitas Daulah
Abbasiyah mencapai puncaknya di zaman Khalifah Harun al-Rasyid (786-809 M) dan
putranya al-Ma’mun (813-833 M). Kekayaan yang banyak dimanfaatkan Harun
al-Rasyid untuk keperluan sosial, rumah sakit, lembaga pendidikan dokter dan
farmasi didirikan. Tingkat kemakmuran paling tinggi terwujud pada zaman
Khalifah ini. Kesejahteraan sosial, kesehatan, pendidikan, ilmu pengetahuan dan
kebudayaan serta kesusasteraan berada pada zaman keemasannya. Pada masa inilah
negara Islam menempatkan dirinya sebagai negara terkuat dan tak tertandingi
(Yatim, 2003:52-53). Al-Makmun, pengganti al-Rasyid dikenal sebagai Khalifah
yang sangat cinta kepada ilmu. Pada masa pemerintahannya, penerjemahan
buku-buku asing digalakkan. Ia juga mendirikan sekolah, salah satu karya
besarnya yang terpenting adalah pembangunan Bait al-Hikmah, pusat penerjemahan
yang berfungsi sebagai perguruan tinggi dengan perpustakaan yang besar. Pada
masa al-Makmun inilah Baghdad mulai menjadi pusat kebudayaan dan ilmu
pengetahuan.
2.
Periode kedua (847-945 M)
Perkembangan peradaban
dan kebudayaan serta kemajuan besar yang dicapai Dinasti Abbasiyah pada periode
pertama telah mendorong para penguasa untuk hidup mewah, bahkan cenderung
mencolok. Kehidupan mewah para Khalifah ini ditiru oleh para hartawan dan
anak-anak pejabat. Demikian ini menyebabkan roda pemerintahan
terganggu dan rakyat menjadi miskin. Kondisi ini memberi peluang kepada tentara
profesional asal Turki yang semula diangkat oleh Khalifah al-Mu’tasim untuk mengambil alih kendali pemerintahan. Khalifah Mutawakkil (847-861 M) yang merupakan awal dari periode ini adalah seorang Khalifah yang lemah. Pada masa pemerintahannya orang-orang Turki dapat merebut kekuasaan dengan cepat. Setelah Khalifah al-Mutawakkil wafat, merekalah yang memilih dan mengangkat Khalifah. Dengan demikian kekuasaan tidak lagi berada di tangan Bani Abbas, meskipun mereka tetap memegang jabatan Khalifah. Sebenarnya ada usaha untuk melepaskan diri dari para perwira Turki itu, Setelah tentara Turki lemah dengan sendirinya, di daerah-daerah muncul tokoh-tokoh kuat yang kemudian memerdekakan diri dari kekuasaan pusat, mendirikan Dinasti-Dinasti kecil. Inilah permulaan masa disintregasi dalam sejarah politik Islam. Adapun faktor-faktor penting yang menyebabkan kemunduran Bani Abbas pada periode ini adalah sebagai berikut:
terganggu dan rakyat menjadi miskin. Kondisi ini memberi peluang kepada tentara
profesional asal Turki yang semula diangkat oleh Khalifah al-Mu’tasim untuk mengambil alih kendali pemerintahan. Khalifah Mutawakkil (847-861 M) yang merupakan awal dari periode ini adalah seorang Khalifah yang lemah. Pada masa pemerintahannya orang-orang Turki dapat merebut kekuasaan dengan cepat. Setelah Khalifah al-Mutawakkil wafat, merekalah yang memilih dan mengangkat Khalifah. Dengan demikian kekuasaan tidak lagi berada di tangan Bani Abbas, meskipun mereka tetap memegang jabatan Khalifah. Sebenarnya ada usaha untuk melepaskan diri dari para perwira Turki itu, Setelah tentara Turki lemah dengan sendirinya, di daerah-daerah muncul tokoh-tokoh kuat yang kemudian memerdekakan diri dari kekuasaan pusat, mendirikan Dinasti-Dinasti kecil. Inilah permulaan masa disintregasi dalam sejarah politik Islam. Adapun faktor-faktor penting yang menyebabkan kemunduran Bani Abbas pada periode ini adalah sebagai berikut:
a.
Luasnya wilayah kekuasaan Daulah Abbasiyah yang harus dikendalikan,
sementara komunikasi lambat. Bersamaan dengan itu, tingkat saling percaya di
kalangan para penguasa dan pelaksana pemerintahan sangat rendah.
b.
Dengan profesionalisasi tentara, ketergantungan kepada mereka menjadi
sangat tinggi.
Kesulitan keuangan
karena beban pembiayaan tentara sangat besar. Setelah Khalifah merosot,
Khalifah tidak sanggup memaksa pengiriman pajak ke Baghdad.
3.
Periode ketiga (945 -1055 M)
Pada periode ini,
Daulah Abbasiyah berada di bawah kekuasaan Bani Buwaih. Keadaan Khalifah lebih
buruk dari sebelumnya, terutama karena Bani Buwaih adalah penganut aliran
Syi’ah. Khalifah tidak lebih sebagai pegawai yang diperintah dan diberi gaji.
Bani Buwaih membagi kekuasaannya kepada tiga bersaudara : Ali untuk wilayah
bagian selatan negeri Persia, Hasan untuk wilayah bagian utara, dan Ahmad untuk
wilayah Al-Ahwaz, Wasit dan Baghdad. Dengan demikian Baghdad pada periode ini
tidak lagi merupakan pusat pemerintahn Islam karena telah pindah ke Syiraz di
masa berkuasa Ali bin Buwaih yang memiliki kekuasaan Bani Buwaih.Meskipun
demikian, dalam bidang ilmu pengetahuan Daulah Abbasiyah terusmengalami
kemajuan pada periode ini. Pada masa inilah muncul pemikir-pemikir besarseperti
al-Farabi, Ibnu Sina, Al-Biruni, Ibnu Maskawaih, dan kelompok studi Ikhwan
as-Safa. Bidang ekonomi, pertanian, dan perdagangan juga mengalami kemajuan.
Kemajuanini juga diikuti dengan pembangunan masjid dan rumah sakit. Pada masa
Bani Buwaih berkuasa di Baghdad, telah terjadi beberapa kali kerusuhan aliran
antara Ahlussunnah dan Syi’ah, pemberontakan tentara dan sebagainya.
4.
Periode keempat (1055-1199 M)
Periode ini ditandai
dengan kekuasaan Bani Seljuk atas Daulah Abbasiyah. Kehadiran Bani Seljuk ini
adalah atas undangan Khalifah untuk melumpuhkan kekuatan Bani Buwaih di
Baghdad. Keadaan Khalifah memang membaik, paling tidak karena kewibawaannya
dalam bidang agama kembali setelah beberapa lama dikuasai oleh orang –orang
Syi’ah. Sebagaimana pada periode sebelumnya, ilmu pengetahuan juga berkembang
pada periode ini. Nizam al-Mulk, perdana menteri pada masa Alp Arselan dan
Malikhsyah, mendirikan Madrasah Nizamiyah (1067 M) dan madrasah Hanafiyah di
Baghdad. Cabangcabang Madrasah Nizamiyah didirikan hampir di setiap kota
di Irak dan Khurasan. Madrasah ini menjadi model bagi perguruan tinggi
dikemudian hari. Dari madrasah ini telah lahir banyak cendekiawan dalam
berbagai disiplin ilmu. Di antara para cendekiawan Islam yang dilahirkan dan
berkembang pada periode ini adalah al-Zamakhsari, penulis dalam bidang Tafsir
dan Ushul al-Din (teologi), Al-Qusyairi dalam bidang tafsir, al-Ghazali dalam
bidang ilmu kalam dan tasawwuf, dan Umar Khayyam dalam bidang ilmu
perbintangan.
Dalam bidang politik,
pusat kekuasaan juga tidak terletak di kota Baghdad. Mereka membagi wilayah
kekuasaan menjadi beberapa propinsi dengan seorang Gubernur untuk mengepalai
masing-masing propinsi tersebut. Pada masa pusat kekuasaan melemah,
masing-masing propinsi tersebut memerdekakan diri. Periode kelima (1199-1258 M)
Berakhirnya kekuasaan
Dinasti Seljuk atas Baghdad atau khilafah Abbasiyah
merupakan awal dari periode kelima. Pada periode ini, khilafah Abbasiyah tidak lagi berada di bawah kekuasaan Dinasti tertentu, walaupun banyak sekali Dinasti Islam berdiri. Ada di antaranya yang cukup besar, namun yang terbanyak adalah Dinasti kecil. Para Khalifah Abbasiyah sudah merdeka dan berkuasa kembali, tetapi hanya di Baghdad dan sekitarnya.Wilayah kekuasaan Khalifah yang sempit ini menunjukkan kelemahan politiknya.[3]
merupakan awal dari periode kelima. Pada periode ini, khilafah Abbasiyah tidak lagi berada di bawah kekuasaan Dinasti tertentu, walaupun banyak sekali Dinasti Islam berdiri. Ada di antaranya yang cukup besar, namun yang terbanyak adalah Dinasti kecil. Para Khalifah Abbasiyah sudah merdeka dan berkuasa kembali, tetapi hanya di Baghdad dan sekitarnya.Wilayah kekuasaan Khalifah yang sempit ini menunjukkan kelemahan politiknya.[3]
Pada masa inilah tentara Mongol dan
Tartar menyerang Baghdad. Baghdad dapat direbut dan dihancur luluhkan tanpa perlawanan
yang berarti. Kehancuran Baghdad akibat serangan tentara Mongol ini awal babak
baru dalam sejarah Islam, yang disebut masa pertengahan. Sebagaimana terlihat
dalam periodisasi khilafah Abbasiyah, masa kemunduran dimulai sejak periode
kedua. Namun demikian, faktor-faktor penyebab kemunduran ini tidak datang
secara tiba-tiba. Benih-benihnya sudah terlihat pada periode pertama, hanya
karena Khalifah pada periode ini sangat kuat, benih-benih itu tidak sempat
berkembang. Dalam sejarah kekuasaan Bani Abbas terlihat bahwa apabila Khalifah
kuat, para menteri cenderung berperan sebagai kepala pegawai sipil, tetapi jika
Khalifah lemah, mereka akan berkuasa mengatur roda pemerintahan. Disamping
kelemahan Khalifah, banyak faktor lain yang menyebabkan khilafah Abbasiyah
menjadi mundur, masing-masing faktor tersebut saling berkaitan satu samalain.
Beberapa di antara nya adalah sebagai berikut:
a.
Faktor
Internal
1)
Persaingan
antar Bangsa
Kecenderungan masing-masing bangsa untuk mendominasi
kekuasaan sudah
dirasakan sejak awal Khalifah Abbasiyah berdiri. Akan tetapi, karena para Khalifah adalah orang-orang kuat yang mampu menjaga keseimbangan kekuatan, stabilitas politik dapat terjaga. Setelah al-Mutawakkil, seorang Khalifah yang lemah, naik tahta, dominasi tentara Turki tidak terbendung lagi. Sejak itu kekuasaan Daulah Abbasiyyah sebenarnya sudah berakhir.
dirasakan sejak awal Khalifah Abbasiyah berdiri. Akan tetapi, karena para Khalifah adalah orang-orang kuat yang mampu menjaga keseimbangan kekuatan, stabilitas politik dapat terjaga. Setelah al-Mutawakkil, seorang Khalifah yang lemah, naik tahta, dominasi tentara Turki tidak terbendung lagi. Sejak itu kekuasaan Daulah Abbasiyyah sebenarnya sudah berakhir.
2)
Kemerosotan
Ekonomi
Kondisi politik yang tidak stabil menyebabkan
perekonomian negara morat-marit. Sebaliknya, kondisi ekonomi yang buruk
memperlemah kekuatan politik Dinasti Abbasiyah. Kedua faktor ini saling
berkaitan dan tak terpisahkan.
3)
Konflik
Keagamaan
Konflik yang melatarbelakangi agama tidak terbatas
pada konflik antara Muslim dan Zindik atau Ahlussunnah dengan Syi’ah.
4)
Perkembangan
Peradaban dan Kebudayaan
Kemajuan besar yang dicapai Dinasti Abbasiyah pada
periode pertama telah
mendorong para penguasa untuk hidup mewah, yang kemudian ditiru oleh para haratawan dan anak-anak pejabat sehingga menyebabkan roda pemerintahan terganggu dan rakyat menjadi miskin (Yatim, 2003:61-62).
mendorong para penguasa untuk hidup mewah, yang kemudian ditiru oleh para haratawan dan anak-anak pejabat sehingga menyebabkan roda pemerintahan terganggu dan rakyat menjadi miskin (Yatim, 2003:61-62).
b.
Faktor
Eksternal
1)
Perang Salib
yang berlangsung beberapa gelombang atau periode dan menelan banyak korban.
3.
KONDISI BANI
ABBASIYAH DALAM BIDANG KEBUDAYAAN
Sebagaimana diketahui sebelumnya
bahwa kebebasan berpikir diakui sepenuhnya
sebagai hak asasi setiap manusia oleh Daulah Abbasiyah. Oleh karena itu, pada waktu itu akal dan pikiran benar-benar dibebaskan dari belenggu taqlid, sehingga orang leluasa
mengeluarkan pendapat. Berawal dari itu, zaman pemerintahan Abbasiyah awal
melahirkan 4 Imam Madzhab yang ulung, mereka adalah Syafi’i , Hanafi, Hambali , dan
Maliki.
sebagai hak asasi setiap manusia oleh Daulah Abbasiyah. Oleh karena itu, pada waktu itu akal dan pikiran benar-benar dibebaskan dari belenggu taqlid, sehingga orang leluasa
mengeluarkan pendapat. Berawal dari itu, zaman pemerintahan Abbasiyah awal
melahirkan 4 Imam Madzhab yang ulung, mereka adalah Syafi’i , Hanafi, Hambali , dan
Maliki.
Disamping itu, zaman pemerintahan
Abbasiyah awal itu juga melahirkan Ilmu Tafsir
al-Quran dan pemisahnya dari Ilmu Hadits. Sebelumnya, belum terdapat penafsiran
seluruh al-Quran, yang ada hanyalah Tafsir bagi sebagian ayat dari berbagai surah, yang
dibuat untuk tujuan tertentu (Syalaby, 1997:187). Dalam negara Islam di masa Bani Abbassiyah berkembang corak kebudayaan, yang berasal dari beberapa bangsa. Apa yang terjadi dalam unsur bangsa, terjadi pula dalam unsur kebudayaan. Dalam masa sekarang ini berkembang empat unsur kebudayaan yang mempengaruhi kehidupan akal/rasio yaitu Kebudayaan Persia, Kebudayaan Yunani, Kebudayaan Hindi dan Kebudayaan Arab dan berkembangnya ilmu pengetahuan.
al-Quran dan pemisahnya dari Ilmu Hadits. Sebelumnya, belum terdapat penafsiran
seluruh al-Quran, yang ada hanyalah Tafsir bagi sebagian ayat dari berbagai surah, yang
dibuat untuk tujuan tertentu (Syalaby, 1997:187). Dalam negara Islam di masa Bani Abbassiyah berkembang corak kebudayaan, yang berasal dari beberapa bangsa. Apa yang terjadi dalam unsur bangsa, terjadi pula dalam unsur kebudayaan. Dalam masa sekarang ini berkembang empat unsur kebudayaan yang mempengaruhi kehidupan akal/rasio yaitu Kebudayaan Persia, Kebudayaan Yunani, Kebudayaan Hindi dan Kebudayaan Arab dan berkembangnya ilmu pengetahuan.
1.
Kebudayaan
Persia, Pesatnya perkembangan kebudayaan Persia di zaman ini karena dua faktor,
yaitu :
a.
Pembentukan
lembaga wizarah.
b.
Pemindahan
ibukota
2.
Kebudayaan
Hindi, Peranan orang India dalam membentuk kebudayaan Islam terjadi
dengan dua cara:
dengan dua cara:
a.
Secara
langsung, Kaum muslimin berhubungan langsung dengan orang-orang India seperti
lewat perdagangan dan penaklukan.
b.
Secara tak
langsung,penyaluran kebudayaan India ke dalam kebudayaan Islam lewat kebudayaan
Persia.
3. Kebudayaan Yunani.
a.
Sebelum dan
sesudah Islam, terkenallah di Timur beberapa kota yang menjadi pusat kehidupan
kebudayaan Yunani. Yang paling termasyur diantaranya adalah : Jundaisabur,
Terletak di Khuzistan, dibangun oleh Sabur yang dijadikan tempat pembuangan
para tawanan Romawi. Setelah jatuh di bawah kekuasaan Islam. Sekolah-sekolah
tinggi kedokteran yang asalnya diajar berbagai ilmu Yunani dan bahasa Persia,
diadakan perubahan-perubahan dan pembaharuan.
b.
Harran,Kota
yang dibangun di utara Iraq yang menjadi pusat pertemuan segalamacam
kebudayaan. Warga kota Harran merupakan pengembangan kebudayaanYunani
terpenting di zaman Islam, terutama dimasa Daulah Abbassiyah.
c.
Iskandariyyah,
Ibukota Mesir waktu menjadi jajahan Yunani. Dalam kota
Iskandariyyah ini lahir aliran falsafah terbesar yang dikenal “Filsafat Baru Plato”(Neo Platonisme). Dalam masa Bani Abbassiyah hubungan alam pemikiran NeoPlatonisme bertambah erat dengan alam pikiran kaum muslimin.
Iskandariyyah ini lahir aliran falsafah terbesar yang dikenal “Filsafat Baru Plato”(Neo Platonisme). Dalam masa Bani Abbassiyah hubungan alam pemikiran NeoPlatonisme bertambah erat dengan alam pikiran kaum muslimin.
4.
Kebudayaan
Arab
Masuknya kebudayaan Arab ke dalam kebudayaan Islam terjadi dengan dua jalan
utama, yaitu :
a.
Jalan Agama,
Mengharuskan mempelajari Qur’an, Hadist, Fiqh yang semuanyadalam bahasa Arab.
b.
Jalan
Bahasa,Jazirah Arabia adalah sumber bahasa Arab, bahasa terkaya diantara rumpun
bahasa samy dan tempat lahirnya Islam.[5]
BAB III
PENUTUP
3.1.Kesimpulan
1.
Sistem
Sosial Pada masa ini, sistem social adalah sambungan dari masa sebelumnya (Masa
Dinasti Umayah). Akan tetapi, pada masa ini terjadi beberapa perubahan yang
sangat mencolok, seperti :
· Tampilnya
kelompok mawali dalam pemerintahan serta mendapatkan tempat yang sama dalam
kedudukan sosial.
· Kerajaan
Islam Daulah Abbasiyah terdiri dari beberapa bangsa ang berbeda-beda (bangsa
Mesir, Syam, Jazirah Arab dll.).
· Perkawinan
campur yang melahirkan darah campuran.
· Terjadinya
pertukaran pendapat, sehingga muncul kebudayaan baru.
2.
Keadaan kebudayaan pada
masa Dinasti Abbasiyah yaitu banyak pencampurnya Budaya arb dengan orang
non-Arab menjadi terarabkan misalnya orang Maroko.